Rabu, 23 November 2016

TINDAKAN TEGAS YANG MENDIDIK GURU MI



A.  Pengertian Tindakan Tegas yang Mendidik
Tindakan tegas yang mendidik adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku anak didik yang kurang dikehendaki melalui penyadaran anak didik atas kekeliruannya dengan tetap menjujung kemanusiaan anak didik serta tetap menjaga hubungan baik antara peserta didik dan guru. Dengan tindakan tegas yang mendidik ini, tindakan yang menghukum yang menimbulkan suasana negatif pada diri anak dihindarkan. Pelanggaran dan kesalahan yang dilakukan peserta didik tidak selayaknya diabaikan atu dibiarkan, melainkan diperhatikan dan ditangani atau diberikan tindakan tegas secara proporsional.[1]
Menurut Wens Tanlain, tindakan tegas mendidik dapat berupa teguran dan hukuman.Teguran digunakan untuk mengoreksi tingkah laku yang tidak sesuai dengan perintah atau larangan, yang bertujuan menyadarkan anak didik dari tingkah laku yang kurang tepat serta akibatnya. Sedangkan Hukuman adalah alat pendidikan yang diberikan kepada siswa karena melakukan kesalahan, agar siswa tidak lagi melakukannya.
Tindakan tegas terhadap siswa yang melakukan pelanggaran atau kesalahan, perlu dilaksanakan dengan pendekatan yang bermuatan pendidikan agar dapat mendorong si pelanggar untuk menyadari kesalahannya dan memiliki komitmen untuk memperbaiki diri sehingga pelanggaran atau kesalahan itu tidak terulang lagi. Penggunaan tindakan tegas yang mendidik terhadap siswa, akan tetap menyuburkan kasih sayang, dapat menyadarkan siswa akan kesalahannya, mengembangkan hubungan yang harmonis dengan siswa, dan mampu membentuk budi pekerti yang baik pada siswa, serta tetap menghargai dan menghormati guru, sehingga kewibawaan guru tetap terpelihara.
                                                                         

B.  Pengertian Hukuman
Hukuman adalah akibat atau buah dari kesalahan yang dilakukan oleh seseorang baik kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja, baik kesalahan besar maupun kecil. Kesalahan itu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang mengacu kepada nilai, norma, moral, dan tata aturan adat, agama, hukum positif, ilmu, dan kebiasaan sehari-hari. Hukuman adalah sebuah cara untuk mengarahkan tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum (sanksi fisik maupun psikis). Hukuman mengajarkan tentang apa yang tidak boleh dilakukan.Dampak hukuman pada trauma anak cukup besar. Guru yang tidak selektif memberikan hukuman bisa berdampak panjang bagi siswa.[2]
C.  Jenis – Jenis Hukuman
Pada dasarnya hukuman itu wajar tetapi hendaknya bersifat mendidik. Maksudnya, dengan adanya hukuman siswa menjadi tahu dan faham tentang kesalahan yang dilakukannya. Jenis hukuman ada dua, yaitu: Hukuman langsung dan Hukuman tidak langsung. Hukuman langsung merupakan tindakan yang langsung diberikan kepada siswa setelah memunculkan perilaku negatif, sedangkan Hukuman tidak langsung merupakan hukuman yang tidak secara langsung diarahkan sebagai bentuk hukuman kepada siswa, tetapi lebih bersifat sindiran, bahan renungan, dan sumber pelajaran bagi siswa.[3]
D.    Prosedur Pemberian Hukuman
Hukuman pada kondisi tertentu juga harus di berikan sehingga siswa merasa ada hal yang perlu di takuti dan di pertimbangkan lagi sebelum lebih jauh memutuskan melakukan kesalahan. Bukan berarti kita bisa menghukum semau kita tanpa ada aturan dan mekanisme kendali yang efektif, melainkan harus melalui prosedur standar sebagai berikut:
a.       Jenis hukuman yang diberikan perlu disepakati di awal bersama siswa.
b.      Jenis hukuman yang diberikan harus jelas sehingga siswa dapat memahami dengan baik konsekuensi kesalahan yang ia lakukan.
c.       Hukuman harus dapat terukur sejauh mana efektifitas dan keberhasilannya dalam mengubah perilaku siswa.
d.      Hukuman tidak berlaku jika ada stimulus diluar control. Artinya, siswa melakukan kesalahan karena sesuatu yang ia tidak ketahui sebelumnya dan atau belum disepakati dan belum dipublikasikan da awal.
e.       Hukuman dilaksanakan secara konsisten karena jika siswa menangkap ada jeda dan ruang kosong dari pemberian hukuman, hal itu akan melenakan siswa untuk kemudian memunculkan perilaku yang tidak diinginkan lagi.
Hukuman segera diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul. Sebab, penundaan memberi hukuman akan berakibat pada hilangnya tujuan pemberian hukuman.[4]
E.     Hukuman yang Bersifat Positif
Apapun bentuk hukuman yang diberikan pada siswa sebaiknya bersifat psitif sehingga hasilnya pun berbuah positif pada siswa. Sebab, jika hukuman berlandaskan pada hal-hal negative, bukan tidak mungkin akan menimbulkan hal negative pula, adapun hukuman-hukuman yang bersifat psitif antara lain:
a.       Hukuman Tidak Membuat Trauma
Hukuman yang baik adalah hukuman yang tidak membuat siswa trauma dengan apa yang ia terima . sebab, banyak hukuman yang tanpa sadar akan berdampak trauma psikis berkepanjangan pada siswa. Selain dampak trauma juga akan muncul dampak dendam berkepanjangan pada diri siswa karena pilihan hukuman yang tidak tepat diberikan guru kepadanya.
Hukuman yang beresiko trauma ini biasanya bersifat publis (dilakukan dihadapan orang banyak), menyakiti, membuat malu, dan memberikan tekanan pada siswa.
b.      Hukuman Tidak Membuat Sakit Hati
Hukuman yang menyakitkan biasanya akan berdampak pada sakit hati siswa berkrpanjangan. Suatu contoh yang membantu kita memahami hal ini adalah pada kisah seorang siswa yang hingga sepuluh tahun masih memendam dendam dan benci pada sosok guru yang telah memberikan hukuman “menyakitkan” pada dirinya.
Sebut saja si A , hingga kini, setelah lebih dari 10 tahun berjalan si A masih memendam benci pada guru yang telah memukul bagian wajahnya tanpa ampun, hanya gara-gara ia mengenakan seragam sekolah yang “mungkin” bagi si guru tidak sopan. Akibat pukulan tersebut, si A masih menyimpan rasa benci pada sang guru hingga saat ini.
c.       Hukuman Memberikan Efek Jera
Efek jera tidak selalu bersifat negatif. Efek jera ini bisa saja hukuman positif, tetapi ia adalah hal yang tidak disukai oleh siswa untuk dijalankan sehingga siswa merasa lelah menjalaninya. Efek jera bisa muncul  jika hukuman yang diberika bersifat menekan dan siswa sangat tidak nyaman berada dalam posisi “terhukum”.
d.      Hukuman Bersifat Pembelajaran
Hukuman sebaiknya bersifat pembelajaran yang berarti ada nuansa belajar dalam setiap kebijakan hukuman yang diberikan guru kepada siswanya. Dengan demikian, sekali mendayung dua tiga pulau terlewati.[5]
F.  Tindakan Tegas dan Pendidikan
Seperti yang dikemukakan  oleh Prayitno (2008:169), ada lima hal yang menjadi pegangan dalam melaksanakan tindakan tegas mendidik, yakni:
1.      Peserta didik menyadari akan kesalahan. Bahwa tindakan tegas yang mendidik yang diberikan guru hendaknya memberikan kesadaran terhadap siswa sehingga siswa tersebut tidak mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya, namun tindakan menyadarkan tersebut tetap menjujung harkat dan martabat manusia serta menghormati keberadaan siswa tersebut sebagai peserta didik.
2.      Penghormatan dan pengakuan. Siswa yang melanggar peraturan sekolah diberikan tindakan tegas yang mendidik agar siswa dapat diakui dan dihormati keberadaanya. Guru memberikan penghargaan, penghormatan dan pengakuan kepada peserta didik agar peserta didik merasa nyaman dengan berjalannya suatu tindakan, berani mengemukakan segala masalahnya, maka timbul pula keinginan bahwa dirinya berhak untuk mengambil keputusan bagi diri sendiri.
3.      Kasih saying dan kelembutan. Dalam memberikan tindakan tegas yang mendidik yang diberikan kepada guru MI hendaknya tidak dilator belakangi oleh kekuasaan, melainkan dengan perasaan kasih saying, kelembutan serta tulus dan terbuka, sehingga siswa juga dengan suka rela menerima tindakan mendidik yang diberikan guru MI yang berujung pada terjalinnya hubungan harmonis antara keduanya.
4.      Membentuk komitmen positif. Komitmen merupakan hasil proses internalisasi pada diri peserta didik melalui tindakan tegas pendidikan yang dilakukan pendidik. Dengan demikian pembentukan komitmen ini adalah tujuan akhir dari tindakan tegas mendidik dalam mengatasi siswa yang melanggar. Siswa yang telah terbentuk komitmen positif dalam dirinya setelah diberikan tindakan tegas oleh guru semestinya tidak mengulangi kesalahan pada tempat yang sama maupun ditempat lain, yang artinya siswa bersungguh-sungguh untuk merubah perilakunya.
5.      Hubungan yang harmonis. Setelah guru memberikan tindakan tegas yang mendidik, hendaknya hubungan antara peserta didik dan pendidik tetaplah harmonis. Peserta didik tidak merasa trauma, tidak merasa sakit hati, memberikan efek jera serta bersifat pembelajaran.[6]


[1] Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia), hal. 53
[2] Ibid,153-154
[3] Mamiq Gaza, Bijak menghukum siswa(jogjajakarta:Ar-Ruzz Media) hal:46
[4] Ibid, hal 48
[5] Ibid, hal 104
[6] http://ejoirnal.unp.ac.id/index.php/konselor.hal.156-161

Tidak ada komentar:

Posting Komentar